Langsung ke konten utama

Titik Seimbang yang Terus Berjalan

Setiap orang memiliki prioritas yang berbeda, fokus yang berbeda dalam menentukan tujuan hidup secara keseluruhan. Namun dengan cinta, cepat atau lambat akan menyatukan perbedaan itu, lewat titik seimbang yang tercipta. 

Walau terkadang, menyatunya cinta yang berniat menyamakan prioritas dapat berakhir saling lepas dan terkekang. Kadang kita merasa harus berubah karena pasangan, namun diri rasanya enggan berbeda karena merasa ia harus menerima kita apa adanya. 

Berubah lebih baik itu harus, terlebih ketika kita berpikir saat ini bukan hanya untuk diri, tapi ada ia disamping kita. Konsekuensi dari manis dan pahitnya menjalin hubungan. Tetapi lebih baik bagi setiap orang pun berbeda, apalagi jika kita merasa tersinggung dengan harapan tinggi yang ia hadirkan. 

Semakin berjalannya waktu, penerimaan diri dapat menemui titik gagal atau berhasilnya, walau keberhasilan selalu sulit menemui pula puncaknya. Karena biasanya, ada yang harus dikorbankan atas kebahagiaan keduanya. 

Kebiasaan-kebiasaan lama yang berubah, tujuan yang harus sefrekuensi, sampai hal kecil yang baiknya dinilai dengan makna yang sama. Proses memaafkan diri dan pasangan seumur hidup akan berjalan, apalagi ketika ada niat baik yang direncanakan. 

Jadi, titik seimbang yang terus ditemukan ini diharapkan akan terus stabil untuk membawa hubungan dalam sebuah kata kunci couple goals secara umum. Bagaikan suara metronom yang konsisten terdengar dan bergerak bagaikan pula garis tengah berwarna putih di aspal jalanan. Namun bedanya, warna catnya tidak pernah luntur mengarungi kilometer demi kilometer perjalanan. 

Untuk kalian yang belum menemukan titik seimbang lewat dua hati yang berkolaborasi, pola yang belum stabil, percayalah. Percaya akan ada masa dimana sabarmu adalah sebuah nikmat suatu ketika, dan hadirmu yang terus tersenyum untuknya akan menjadi saksi bagaimana hatimu akan memiliki aura positif yang akan menerangi banyak hal disekitarmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sulit Melupakan Rindu, Walau itu Sementara Waktu

Setiap malam sebelum tidur, selalu ada kenang lalu datang yang buatku bersikap datar. Aku tidak tahu kabar pastimu, sekedar basa-basi denganmu di  WhatsApp  saja, aku hanya berhenti melihat foto profilmu. Dariku kecil dan semakin dewasa, aku mengenal kata  rindu  dengan   maknanya.   Jika harus kembali ke masa lalu, rasanya tidak ingin mengenal kata itu. Terlebih, jika aku tahu akan merasakan rindu karenamu.  Aku tidak bahagia dengan rindu ini, malah membuat hatiku untuk yang lain tertutup dan mati.  Padahal, sebelum kamu pergi juga tujuanmu itu aku, aku selalu menanti rindu itu.  Pada intinya, rindu kali ini menyiksa, rindu yang lalu adalah definisi bahagia. Karena rindu yang tidak dapat terbalaskan karena kamu yang sudah dimiliki yang lain.  Aku bisa apa, selain menikmati dan menerima.  Katanya, rindu dapat hilang dimakan waktu. Nyatanya, semakin lama waktu berjalan, selama itu pula rindu semakin terasa. 

Tempat Tersendiri

Jika hati adalah ruang yang terisi, kamu ada di ruang yang berbeda. Ruang yang akan selalu terbuka, dan hanya terisi untukmu. Lewat ruangan itu, kamu bebas untuk pergi maupun kembali. Karena di ruangan hati itu, tidak hanya kehadiran kamu secara langsung yang dibutuhkan. Tapi, kenangan yang tercipta untuk terus melekat dalam ingatan. 

Resah Jadi Cinta, atau Luka?

Aku sedang terjebak dalam situasi yang membuatku resah, bagiamana tidak? Sebagian orang berharap aku dimiliki seseorang yang akan melindungiku, dalam waktu yang tidak lama lagi.  Terlepas dariku yang tidak dapat memastikan semua itu, ada yang membuatku resah di hal yang berbeda. Kamu yang sudah kukenal, merangkulku dengan cara yang berbeda. Saat yang lain kurasa merangkul dengan biasa.  Rasanya, selalu bersamamu adalah hal yang aku hindari, namun tidak bisa kutolak.  Apalagi, aku pernah merasakan hal yang sama dengan yang lain, dimana rasa yang kuartikan bahagia hanya berakhir putus asa.  Aku bingung, aku tidak mau jika kamu tiba-tiba pergi dan melepas rangkulanmu sekaligus pergi tanpa sebab.  Aku tidak tahu, mungkin alam semesta tidak menerima kita akan ada. Waktu pun mungkin sama saja, atau hanya perkara menunggu? Entah.  Apapun rasa yang akan menatap, aku akan terima. Mau cinta, ataupun luka.