Pantai Kuta, Bali. Cerita yang terbungkus indah dalam ingatanku. Tentang bagaimana aku dan kamu saling menggenggam tangan untuk saling menghangatkan, tentang kita yang saling berpelukan untuk saling menyamankan. Aku ingat mata itu, aku ingat senyum itu. Mata terindah yang tanpa bosan aku pandang, senyum termanis yang selalu semangatkanku. Dinginnya angin dan desiran ombak ikut larut bersama kita berdua. Namun cerita tinggallah cerita, semua yang sudah kita bangun dan ciptakan tak menghasilkan cerita selamanya. Jujur, sampai saat ini aku masih berharap kamu kembali dalam pelukku. Temani aku lagi mendengarkan suara angin yang hadir bersama desiran ombak yang lebih tenang.
Setiap malam sebelum tidur, selalu ada kenang lalu datang yang buatku bersikap datar. Aku tidak tahu kabar pastimu, sekedar basa-basi denganmu di WhatsApp saja, aku hanya berhenti melihat foto profilmu. Dariku kecil dan semakin dewasa, aku mengenal kata rindu dengan maknanya. Jika harus kembali ke masa lalu, rasanya tidak ingin mengenal kata itu. Terlebih, jika aku tahu akan merasakan rindu karenamu. Aku tidak bahagia dengan rindu ini, malah membuat hatiku untuk yang lain tertutup dan mati. Padahal, sebelum kamu pergi juga tujuanmu itu aku, aku selalu menanti rindu itu. Pada intinya, rindu kali ini menyiksa, rindu yang lalu adalah definisi bahagia. Karena rindu yang tidak dapat terbalaskan karena kamu yang sudah dimiliki yang lain. Aku bisa apa, selain menikmati dan menerima. Katanya, rindu dapat hilang dimakan waktu. Nyatanya, semakin lama waktu berjalan, selama itu pula rindu semakin terasa.
Komentar
Posting Komentar