Langsung ke konten utama

Dari Aku yang sedang Menunggu


Jika harus membanggakan diri dan menyalahkan diri mungkin aku adalah pemenangnya, bagaimana tidak, menunggu kamu yang tak menyadari adanya aku yang mencari bahagia karenamu sekaligus menjadi bodoh karena tetap melakukan ketidakpastian yang aku yakini hanya soal waktu. 

Anggap saja ini surat dari anonim, aku yang sedang menunggu. 

Bertahan menunggu seseorang sadar dan luluh untuk bersama atau berakhir sabar karena membuat kesal. Berapa kali aku mencari perhatian untuk sekedar ditatap matamu lebih lama saja, aku hanya berakhir sebagai angin lewat tak terasa. Hembusan nafas dan waktu yang aku buang hanya untuk menebak-nebak apakah sedikit saja ada aku terlintas dibenakmu. Senyumku terlalu mudah tercipta, hanya dengan melihatmu dari balik kaca. Murungku terlalu egois, jika sehari saja tidak tahu tentangmu. Akhirnya waktu menjawab dan menyadarkanku, jika kamu menghiraukanku dengan sadar.

Butuh jawaban, setidaknya basa-basi walau tak ada artinya untukmu. Alasan sebelum orang meninggalkan adalah memastikan jika bahagia yang ada sudah cukup dan tak ada yang terlewati. Terkaan demi terkaan menggantung di pikiran tak terkendali, melihat inginnya hati dan kenyataannya. Waktu saja ragu memastikan jawabannya, kecuali kamu. Dan jika kamu memang menjawabnya, aku tak ingin mendengarnya berkali-kali karena hanya maaf yang keluar. 

Tentang mengerti, seharusnya tak egois mengerti diri sendiri atau tak yakin dengan diri sendiri, hidup memang pilihan yang kadang membuat serba salah entah kapan serba benarnya. Dan keadaan seperti ini berakhir pada saling menyalahkan untuk tahu siapa yang dinobatkan sebagai yang menyakiti atau disakiti, walau aku pastinya mengalah. Mengerti punya pilihan atau alasan dan tak pernah sendiri bergemuruh di dalam diri, sulit tetapi aku coba tersenyum menikmatinya. 

Kamu yang tak pasti untukku, memastikan berjalan bahkan sampai berlari menujunya. Aku berdiri sendiri, menunggu kamu datang dan ada di hadapanku yang entah sampai seterang apa kilau cahaya datang. Ujung-ujungnya kilau itu pudar secepat aku jatuh hati, kamu sudah dipastikan orang lain. Kembali sabar dengan sadar menunggu lagi diiringi dengan pernyataan, jangan kau pilih dia pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia, yang terdengar seperti lirik lagu. Lalu terlintas di pikiranku seakan menjawab, "Karena kamu cuma menunggu." dan aku seketika mematung seakan tak bernafas.

Semua yang pergi termasuk kamu tak mudah untuk kembali ada di hadapan atau di pelukan. Apalagi alasannya adalah karena kesalahan sendiri, yang tak terkontrol diri. Rasanya semesta, hanya menyalahkanmu dan tak ada hal lain yang membuatmu salah. Berpikir gila dan berharap Doraemon datang membawa alat pemutar waktu, yang bukan nyata. 

Menunggu cinta, apalagi yang sejati ada saja yang tak sabaran dengan alasan semua harus di kejar, namun kadang tak tahu diri dan berakhir sakit. Sesuatu yang indah tidak begitu saja datang dengan mudah dan bisa saja datang dengan cara yang hanya dianggap tidak indah. Sejati dan abadi harus memerlukan patah hati, seperti kombinasi. Orang tepat akan hadir disaat yang tepat, jika bukan sekarang terus kapan? Diam dan sejanak intropeksi diri, mungkin ada yang salah dari cara memaknai kalimat "Menjadi lebih baik" dan coba belajar dari semua ini, memperbaiki diri dengan cari lebih baik yang berbeda. Sampai akhirnya yang dikirimkan adalah dia yang juga seperti kamu, dia dan kamu yang merasa tepat di tempat yang seharusnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sulit Melupakan Rindu, Walau itu Sementara Waktu

Setiap malam sebelum tidur, selalu ada kenang lalu datang yang buatku bersikap datar. Aku tidak tahu kabar pastimu, sekedar basa-basi denganmu di  WhatsApp  saja, aku hanya berhenti melihat foto profilmu. Dariku kecil dan semakin dewasa, aku mengenal kata  rindu  dengan   maknanya.   Jika harus kembali ke masa lalu, rasanya tidak ingin mengenal kata itu. Terlebih, jika aku tahu akan merasakan rindu karenamu.  Aku tidak bahagia dengan rindu ini, malah membuat hatiku untuk yang lain tertutup dan mati.  Padahal, sebelum kamu pergi juga tujuanmu itu aku, aku selalu menanti rindu itu.  Pada intinya, rindu kali ini menyiksa, rindu yang lalu adalah definisi bahagia. Karena rindu yang tidak dapat terbalaskan karena kamu yang sudah dimiliki yang lain.  Aku bisa apa, selain menikmati dan menerima.  Katanya, rindu dapat hilang dimakan waktu. Nyatanya, semakin lama waktu berjalan, selama itu pula rindu semakin terasa. 

Tempat Tersendiri

Jika hati adalah ruang yang terisi, kamu ada di ruang yang berbeda. Ruang yang akan selalu terbuka, dan hanya terisi untukmu. Lewat ruangan itu, kamu bebas untuk pergi maupun kembali. Karena di ruangan hati itu, tidak hanya kehadiran kamu secara langsung yang dibutuhkan. Tapi, kenangan yang tercipta untuk terus melekat dalam ingatan. 

Resah Jadi Cinta, atau Luka?

Aku sedang terjebak dalam situasi yang membuatku resah, bagiamana tidak? Sebagian orang berharap aku dimiliki seseorang yang akan melindungiku, dalam waktu yang tidak lama lagi.  Terlepas dariku yang tidak dapat memastikan semua itu, ada yang membuatku resah di hal yang berbeda. Kamu yang sudah kukenal, merangkulku dengan cara yang berbeda. Saat yang lain kurasa merangkul dengan biasa.  Rasanya, selalu bersamamu adalah hal yang aku hindari, namun tidak bisa kutolak.  Apalagi, aku pernah merasakan hal yang sama dengan yang lain, dimana rasa yang kuartikan bahagia hanya berakhir putus asa.  Aku bingung, aku tidak mau jika kamu tiba-tiba pergi dan melepas rangkulanmu sekaligus pergi tanpa sebab.  Aku tidak tahu, mungkin alam semesta tidak menerima kita akan ada. Waktu pun mungkin sama saja, atau hanya perkara menunggu? Entah.  Apapun rasa yang akan menatap, aku akan terima. Mau cinta, ataupun luka.